PERADILAN
NASIONAL
A.
Peradilan
1.
Peradilan
Nasional
Ketentuan
Umum UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan bahwa kekuasaan
kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila , demi
terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
Berdasarkan
pasal 10 UU No. 4 Tahun 2004, kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung
dan badan peradilan dibawahnya dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi dalam
lingkungan sebagai berikut:
- Peradilan Umum: Berwenang menyelesaikan
perkara perdata dan perkara pidana
- Peradilan Agama: Berwenang menyelesaikan
perkara perdata di bidang tertentu atas permohonan orang yang beragama
Islam
- Peradilan Militer: Berwenang
menyelesaikan perkara pidana militer/tentara
- Peradilan Tata Usaha Negara: Berwenang
menyelesaikan perkara tata usaha negara/administrasi negara.
- Mahkamah konstitusi: Sesuai dengan UUD
1945 yang selanjutnya disahkan menurut UU No. 24 Tahun 2003, Mahkamah
Konstitusi memiliki wewenang dan kewajiban sebagai berikut:
o Wewenang, yaitu
mengadili tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk
menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai
politik, dan memutus perselisihan pemilihan umum.
o Kewajiban, yaitu
memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden dan/atau wakil presiden menurut UUD 1945.
o Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi
untuk masa jabatan 3 tahun. Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 Hakim Konstitusi
yang ditetapkan oleh Presiden. Hakim Konstitusi diajukan masing-masing 3 orang
oleh Mahkamah Agung, 3 orang dari Dewan Perwakilan Rakyat, dan 3 orang oleh
Presiden. Masa jabatan Hakim Konstitusi adalah 5 tahun dan dapat dipilih
kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya.
2.
Peranan
Lembaga Peradilan Umum
a) Pengadilan
Negeri
Pengadilan
Negeri berkedudukan di setiap daerah kabupaten/kotamadya dan berkedudukan di
ibukota kabupaten/kotamadya serta pada umumnya mempunyai daerah hukum yang sama
dengan daerah administrasi tersebut. Pengadilan Negeri berwenang memeriksa
perkara perdata maupun pidana yang dilakukan warga sipil di wilayah hukumnya.
b) Pengadilan
Tinggi
Pengadilan
Tinggi memeriksa perkara dalam tingkatan kedua, yaitu tingkat banding/ulangan.
Pengadilan Tinggi memutus perkara hanya berdasarkan surat-surat pemeriksaan
saja, sehingga pada umumnya tidak pernah berhadapan dengan orang yang diadili.
Pengadilan
Tinggi berkedudukan di ibukota propinsi
Pada
prinsipnya perkara yang diputus pengadilan negeri dapat dimintakan banding,
kecuali: perkara pelanggaran dan kejahatan ringan, putusan pidana yang
mengandung “pembebasan” terdakwa dari seluruh tuduhan, perkara perdata yang
harga perselisihannya kurang dari Rp. 100,00.
c) Mahkamah
Agung
Mahkamah
Agung adalah pengadilan negeri tertinggi. Mahkamah Agung merupakan peradilan
tingkat terakhir(kasasi) bagi semua lingkungan peradilan.
Kasasi
adalah pembatalan atas putusan pengadilan-pengadilan lain dalam tingkatan yang
terakhir. Alasan-alasan yang dapat dipakai untuk melakukan kasasi:
·
Apabila peraturan hukum tidak dilaksanakan atau ada kesalahan pada
pelaksanaannya
·
Apabila tidak dilaksanakan cara melakukan yang harus diurut
menurut UU.
B.
Menunjukkan
Sikap yang Sesuai dengan Ketentuan Hukum yang Berlaku
Sikap yang
mendukung ketentuan hukum antara lain adalah sikap terbuka, sikap objektif, dan
sikap mengutamakan kepentingan umum.
1.
Sikap
Terbuka
Sikap
terbuka merupakan sikap yang secara internal menunjukkan adanya keinginan dari
setiap warga negara untuk membuka diri dalam memahami hukum yang berlaku di
dalam masyarakat. Sikap terbuka dalam memahami ketentuan hukum yang berlaku,
dapat mencakup hal-hal sebagai berikut:
a) Berupaya
tidak menutup-nutupi kesalahan
b) Berani
mengatakan apa yang sebenarnya terjadi
c) Berupaya
selalu jujur dalam memahami ketentuan hukum
2.
Sikap
Rasional
Bersikap
rasional merupakan sikap yang ditunjukkan oleh seseorang dalam memahami ketentuan-ketentuan
hukum yang mengembalikan pada data, fakta, dan dapt diterima oleh akal sehat.
Beberapa contoh sikap rasional yang dapat ditunjukkan antara lain:
a) Mampu
memberikan penjelasan yang netral dan dapat diterima akal sehat bahwa
pelaksanaan-pelaksanaan ketentuan hukum benar atau salah
b) Mampu
menyatakan bahwa suatu ketentuan hukum benar atau salah dengan argumen yang
baik
c) Sanggup
menyatakan kekurangan jika pendapat orang lain lebih baik
d) Menghargai
orang lain sesuai dengan kemampuan, keahlian atau profesinya
3.
Sikap
Mengutamakan Kepentingan Umum
Kepentingan
umum dimana pun berada harus kita dahulukan. Sikap mengutamakan kepentingan
umum berarti sikap seseorang untuk menghargai dan menghormati orang lain yang
dirasakan lebih membutuhkan dalam suatu kurun waktu tertentu untuk sesuatu yang
lebih besar manfaatnya. Beberapa contoh sikap mengutamakan kepentingan umum,
diantaranya:
a) Merelakan
sebagian tanah atau bangunan diambil pemerintah untuk pembuatan jalan atau
jembatan
b) Memberikan
jalan terlebih dahulu kepada orang lain untuk menyeberang jalan
c) Membayar
pajak
d) Memberikan
tempat atau pertolongan kepada orang yang sangat membutuhkan.
C.
Upaya
Pemberantasan Korupsi di Indonesia
1.
Pengertian
Korupsi
Menurut
pasal 1 ayat 3 UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan korupsi, kolusi dan nepotisme adalah:
a) Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi
b) Kolusi adalah permufakatan atau kerjasama secara melawan hukum antar
penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan
atau negara.
c) Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggaraan negara secara melawan
hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas
kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
2.
Gambaran
Umum Korupsi
Praktik
korupsi di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung sejak Orde Lama (tahun
1960-an), bahkan sangat mungkin terjadi pada era sebelumnya. Pemerintah melalui
UU No. 24 Perpu 1960 yang diikuti oleh “Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim
Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang
dipimpim langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Pada era
Orde Baru, diterbitkan UU No.3 Tahun !971 dengan “Operasi Tertib” yang
dilakukan oleh Komando Operasional Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
(Kopkamtib), namun modus operandi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga
undang-undang tersebut tidak mampu lagi untuk dilaksanakan dengan baik.
Selanjutnya untuk lebih memperkuat pemberantasan korupsi, dikeluarkan UU No. 31
Tahun 1999.
Sebenarnya,
upaya-upaya yang dilakukan pemerintah sudah cukup banyak dan sistematis untuk
pemberantasan korupsi. Puncaknya adalah tahun 1997 saat negara mengalami krisis
ekonomi dan moneter, lalu disusul dengan krisis politik, social, kepemimpinan,
dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi.
Gerakan
reformasi yang dipelopori oleh mahasiswa berhasil menumbangkan rezim orde baru
menuntut ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Tuntusan masyarakat tersebut kemudian dituangkan dalam ketetapan MPR
No. IV/MPR/1999 dan UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
3.
Persepsi
Masyarakat tentang Korupsi
Penyakit
korupsi yang sulit diberantas, masih berkembang di segala bidang pemerintahan
dan sektor kehidupan membuat rakyat bersikap acuh tak acuh bahkan semakin
apatis dengan semakin meluasnya praktik-praktik KKN yang dilakukan oleh
beberapa oknum pejabat baik lokal maupun nasional.
Persepsi
pada kelompok masyarakat kelompok masyarakat terpelajar (mahasiswa) dapat
diidentifikasi sebagai berikut:
a) Mahasiswa
sering kali menanggapi masalah korupsi dengan emosi yang meluap-luap dan protes
terbuka. Mereka sangat sensitif terhadap perbuatan korup. Dengan aspirasi
sosialnya yang sehat dan tidak bertendensi, mereka tidak henti-hentinya
melontarkan kritik terhadap pemerintah. Hal tersebut cukup berhasil terutama
berhasil terutama pada saat gerakan reformasi yang digulirkan pada tahun 1998.
b) Kritik-kritik
dan oposisi mahasiswa itu pada umumnya tidak bersumber pada masalah kekurangan
materiil atau kemiskinan, tetapi lebih mengacu pada faktor ketidakpuasan dan
kegelisahan psikologis terhadap pemerintahan yang terjadi.
D.
Peran Serta
dalam Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Beberapa hal
yang dapat dilakukan sebagai upaya untuk pemberantasan tindak pidana
korupsi,kolusi dan nepotisme di Indonesia antara lain:
1.
Upaya
Pencegahan (Preventif)
a) Menanamkan
aspirasi, semangat, dan spirit nasional yang positif dengan mengutamakan
kepentingan nasional, kejujuran, serta pengabdian pada bangsa dan negara
melalui system pendidikan formal, non-formal, dan pendidikan agama
b) Melakukan
system penerimaan pegawai berdasarkan prinsip achievement atau keterampilan
teknis dan tidak lagi berdasarkan norma ascription yang dapat membuka peluang
berkembangnya nepotisme
c) Para
pemimpin dan pejabat selalu dihimbau untuk memberikan keteladanan, dengan
mematuhi pola hidup sederhana, dan memiliki rasa tanggung jawab social yang
tinggi
d) Demi kelancaran
layanan administrasi pemerintah, untuk para pegawai selalu diusahakan
kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua
e) Menciptakan
aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi. Jabatan dan
kekuasaan, akan didistribusikan melalui norma-norma teknis kemampuan dan
kelayakan
f)
Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai
tanggung jawab etis tinggi; dibarengi
system control yang efisien. Menyelenggarakan system pemungutan pajak dan bea
cukai yang efektif dan ada supervise yang ketat, baik di pusat maupun di
daerah.
g) Melakukan
herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan “pejabat” yang
mencolok. Kekayaan yang statusnya tidak jelas dan diduga merupakan hasil
korupsi, akan disita oleh negara.
h) Berusaha
untuk melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan, melalui
penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya. Akan selalu ada
koordinasi antar departemen yang lebih baik, disertai system control yang
teratur terhadap administrasi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah.
2.
Upaya
Penindakan (Kuratif)
Upaya
penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan
diberikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak hormat, dan dihukum pidana.
Beberapa contoh penanganan kasus dan penindakan yang sudah dilakukan oleh
pemerintah melalui KPK (Sumber: Wikipedia), yaitu:
a) Dugaan
korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda
NAD (2004)
b) Menahan
Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melakukan pungutan
liar dalam pengurusan dokumen
keimigrasian
c) Dugaan
korupsi dalam proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004)
d) Dugaan
penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuangan negara
Rp.10 Milyar lebih (2004)
e) Dugaan
korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari
BI kepada PT. Texmaco Group melalui Bank BNI (2004)
f)
Dll.
3.
Upaya
Edukasi Masyarakat/Mahasiswa
a) Memiliki
rasa tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan control social,
terkait dengan kepentingan-kepentingan public (masyarakat luas)
b) Tidak
bersikap apatis dan acuh tak acuh, karena hal ini justru akan merugikan
masyarakat itu sendiri
c) Melakukan
control social pada setiap kebijakan, terutama yang dilaksanakan oleh pemerintahan
desa, kecamatan, dan seterusnya sampai tingkat pusat/nasional
d) Membuka
wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan pemerintahan negara
dan aspek-aspek hukumnya
e) Mampu
memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap
pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
4.
Upaya
Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
a) Indonesia
Corruption Watch atau disingkat ICW
adalah sebuah organisasi non-pemerintahan (NGO) yang mempunyai misi untuk
mengawasi dan melaporkan kepada public mengenai aksi korupsi yang terjadi di
Indonesia.
b) Transparency
International (TI), adalah sebuah organisasi internasional yang bertujuan
memerangi korupsi politik. Organisasi yang didirikan di Jerman sebagai
organisasi nirlaba sekarang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak
menuju organisasi yang berstruktur demokratik.
0 Comments