NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KERANGKA PRAKTIK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA

1. HAKIKAT KEKUASAAN
  • Max Webber : Kekuasaan sebagai kemungkinan bagi seseorang untuk memaksakan orang-orang lain berperilaku sesuai dengan kehendaknya
  • Miriam Budiardjo : Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.
  • Ramlan Surbakti : kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi
  • Mac Iver : Kekuasaan sosial adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain, baik secara langsung dengan jalan memberi perintah, maupun secara tidak langsung dengan mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia.
Kekuasaan memiliki beberapa bentuk menurut para ahli:
Kekuasaan menurut John Locke:
  • Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan yang berwenang untuk membuat/membentuk/ menyusun undang-undang
  • Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undangundang
  • Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan hubungan luar negeri.
Kekuasaan menurut Montesquieu (Trias Politica)
  • Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang
  • Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang
  • Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mempertahankan undangundang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang.
2. PEMBAGIAN KEKUASAAN
Kekuasaan yang terlalu berpusat memunculkan pemegang kekuasaan yang absolute dan otoriter, sehingga perlu ada pemisahan atau pembagian kekuasaan, agar terjadi kontrol dan keseimbangan di antara lembaga pemegang kekuasaan. Dengan kata lain, kekuasaan legislatif, eksekutif maupun yudikatif tidak dipegang oleh satu orang saja.
Mohammad Kusnardi dan Hermaily Ibrahim menyatakan bahwa ada dua konsep dalam kekuasaan yaitu:
a. Konsep Pemisahan Kekuasaan (separation of powers)
Pemisahan kekuasaan berarti kekuasaan Negara itu tepisah-pisah dalam beberapa bagian, baik mengenai organ nya maupun fungsi nya. Dengan kata lain, lembaga pemegang kekuasaan Negara yang meliputi lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif merupakan lembaga yang terpisah satu sama lainnya, berdiri sendiri tanpa memerlukan koordinasi dan kerja sama. Setiap lembaga menjalankan fungsinya masing – masing. Contoh Negara yang menganut mekanisme pemisahan kekuasaan adalah Amerika Serikat.
b. Konsep Pembagian Kekuasaan (divisions of power)
Kekuasaan Negara dibagi-bagi dalam beberapa bagian(legislatif, eksekutif, dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan.
Hal ini membawa konsekuensi bahwa di antara bagian – bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerjasama. Mekanisme pembagian ini banyak sekali dilakukan oleh banyak Negara di dunia, termasuk Indonesia.

3. KONSEP PEMBAGIAN KEKUASAAN DI INDONESIA
Menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.
a. Pembagian kekuasaan secara horizontal
Pembagian Kekuasaan secara Horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif, yudikatif) yang memiliki kedudukan sejajar. Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara horizontal pembagian kekuasaan Negara di lakukan pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (Pasal 18 ayat 5 UUD 1945).
Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan yakni:
  • Legislatif
  • Eksekutif
  • Yudikatif
Menjadi 6 kekuasaan negara diantaranya sebagai berikut:
  • Kekuasaan Konstitutif (MPR)
  • Kekuasaan Eksekutif (Presiden)
  • Kekuasaan Legislatif (DPR)
  • Kekuasaan Yudikatif (MA, KY, dan MK)
  • Kekuasaan Eksaminatif (BPK)
  • Kekuasaan Moneter (BI)
b. Pembagian Kekuasaan secara vertikal
Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan menurut tingkat nya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan. Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi di NKRI, memalui asas tersebut pemerintah pusat menyerahkan wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom (provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan di daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat (Politik luar negeri, Pertahanan, Keamanan, Yustisi, Agama, Moneter dan Fiskal).

4. KEDUDUKAN DAN FUNGSI KEMENTERIAN DAN LEMBAGA PEMERINTAH NON- KEMENTERIAN
A. Tugas Kementerian Negara Republik Indonesia
Keberadaan Kementerian Negara Republik Indonesia diatur secara tegas dalam Pasal 17 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan:
  • Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
  • Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
  • Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
  • Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.
UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara secara tegas menyatakan bahwa jumlah maksimal kementerian negara yang dapat dibentuk adalah 34 kementerian. Perpres No.7/2015 tentang Organisasi Kementerian negara. Kementerian Negara Republik Indonesia dapat diklasifikasikan berdasarkan urusan pemerintahan yang ditanganinya.
Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang nomenklatur/nama kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah sebagai berikut.
  • Kementerian Dalam Negeri
  • Kementerian Luar Negeri
  • Kementerian Pertahanan
B. Lembaga pemerintah non- kementerian
 Lembaga Pemerintah Non-Kementerian merupakan lembaga negara yang dibentuk untuk membantu presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahan tertentu. Lembaga Pemerintah Non-Kementerian berada di bawah presiden dan bertanggung jawab langsung kepada presiden melalui menteri atau pejabat setingkat menteri yang terkait.

5. NILAI-NILAI PANCASILA
Nilai adalah sesuatu yang dianggap baik, pantas, benar dan mempunyai daya guna atau manfaat bagi kehidupan manusia. Maka suatu benda akan bernilai bila memiliki daya guna dan manfaat atau suatu tindakan akan bernilai bila dianggap benar, baik dan berguna.
Menurut para ahli nilai dapat didefinisikan sebagai berikut:
  • Kimball Young, nilai sosial adalah asumsi abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang benar dan apa yang penting
  • A.W. Green, nilai sosial adalah kesadaran yang secara relatif berlangsung disertai emosi terhadap objek
  • Woods, nilai sosial merupakan petunjuk-petunjuk umum yang telah berlangsung lama mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
  • Robert M.Z. Lawang, nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, pantas, berharga dan mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang memiliki nilai itu.
Prof.DR. Notonegoro membagi nilai menjadi tiga macam, sebagai berikut:
1. Nilai Material, adalah sesuatu yang berguna bagi fisik atau jasmani manusia.
2. Nilai Vital, adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melaksanakan berbagai aktivitas.
3. Nilai Kerohanian, adalah segala sesuatu yang berguna bagi batin (rohani) manusia. Seperti:
  • Nilai Kebenaran (Logika), yaitu nilai yang bersumber pada akal manusia.
  • Nilai Keindahan (Estetika), yaitu nilai yang bersumber pada unsur perasaan manusia dan diperoleh melalui panca indra.
  • Nilai Moral (Etika), yaitu nilai yang bersumber pada unsur kehendak (karsa) dan perilaku baik atau tidak
  • Nilai Keagamaan (Religius), yaitu nilai yang bersumber pada revelasi atau perintah tuhan yang sifatnya mutlak.
Pancasila merupakan dasar Negara Republik Indonesia Sumber nilai yang berada di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia adalah Pancasila yang juga merupakan dasar negara RI. Arti pancasila sebagai sumber nilai adalah seluruh tatanan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara menggunakan Pancasila sebagai dasar moral atau norma dan tolok ukur tentang baik buruk, benar salahnya sikap, perbuatan dan tingkah laku warga masyarakat bangsa Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila muncul sebagai suatu norma dan moral kehidupan yang dimatangkan oleh pengalaman sejarah bangsa untuk membentuk dirinya sebagai bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dalam wadah NKRI. Nilai-nilai itu menjadi sumber aspirasi dan cita-cita untuk dapat diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai sumber nilai mempunyai 3 (tiga) nilai penting, yaitu sebagai berikut:
a. Nilai dasar
Definisi dari nilai dasar adalah nilai-nilai dasar yang mempunyai sifat tetap (tidak berubah), nilai-nilai ini terdapat dalam Pembukaan UUD 1945.
Nilai-nilai dasar Pancasila, yaitu:
  • Ketuhanan
  • Kemanusiaan
  • Persatuan
  • Kerakyatan
  • Keadilan Sosial
b. Nilai instrumental
Nilai instrumental berlaku untuk kurun waktu tertentu dan lebih bersifat konstekstual. Nilai instrumental terkandung dalam kebijakan strategi, organisasi, sistem, rencana, dan program yang menjabarkan lebih lanjut nilai dasar tersebut. Nilai instrumental ini disusun oleh MPR, DPR, dan presiden. Apabila nilai-nilai instrumental ini saling bertentangan, maka harus dicabut atau diujikan materi hukumnya kepada MK.
c. Nilai praksis
Nilai praktis merupakan penjabaran dari nilai instrumental dan bersifat dinamis. Nilai-nilai praktis terkandung dalam kehidupan sehari-hari, yaitu bagaimana cara melaksanakan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Berikut ini salah satu contoh penerapan niai-nilai dasar, instrumental dan nilai praksis:

Nilai Dasar
Nilai Instrumental
Nilai Praxis
Sila ke-4 :
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan (demokrasi)
UUD 1945 hasil Amandemen
  • Pasal 6
  • Pasal 6 ayat (1)
  • Pasal 6 ayat (2)
  • UU No. 12 Tahun 2003
  • UU No. 23 Tahun 2003
  • UU No. 31 Tahun 2003
Menggunakan hak pilih dalam pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Begitu pentingnya Pancasila bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia menempatkan Pancasila menjadi norma dasar negara yang paling fundamental. Hal ini berarti bahwa Pancasila menjadi norma dasar yang paling tinggi dalam struktur penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sehingga dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan NKRI haruslah berlandaskan pada nilai-nilai pancasila.

Post a Comment

0 Comments